Jum'at, 22/11/2024 21:47 WIB

Pemerintah: Regulasi untuk Akomodasi Perkembangan Industri Media Siber

Pembuatan atau penyusunan regulasi yang selama ini dilakukan pemerintah merupakan bentuk dukungan pemerintah kepada perkembangan media siber yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dengan tetap menjamin kebebasan dalam memproduksi konten dan jurnalisme yang berkualitas.

Acara Jakarta Digital Conference (JDC) 2024 bertema RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia, yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta, Kamis (Foto: Istimewa/AMSI Jakarta)

Jakarta, Jurnas.com - Pembuatan atau penyusunan regulasi yang selama ini dilakukan pemerintah merupakan bentuk dukungan pemerintah kepada perkembangan media siber yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dengan tetap menjamin kebebasan dalam memproduksi konten dan jurnalisme yang berkualitas.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria yang diwakili Staf Khusus Menkominfo Prof. Widodo dalam keynote speech acara Jakarta Digital Conference (JDC) 2024 bertema “RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia” dan Konferensi Wilayah (Konferwil) Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Acara ini digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta dengan dukungan PT PLN, Bank BNI, Bank Mandiri, PT ASDP Indonesia Ferry, PT Angkasa Pura II, dan PT Angkasa Pura I (Angkasapura Airports), Eiger Indonesia, dan Kino.

Widodo mengatakan, media siber memiliki peran penting bagi masyarakat sebagai sumber akses berita atau informasi yang cepat dan menjangkau masyarakat luas. Juga membuka ruang interaktif dan mampu memperluas eksposur pembaca terhadap sebuah berita.

Jalur distribusi informasinya pun beragam, mulai darai akses langsung ke media siber, media sosial (Medsos), hingga news aggregator dengan penyajian berita yang beragam dari mulai berbentuk format teks hingga multimedia. Sehingga memungkinan seluruh lapisan masyarakat terpapar berita siber.

“Pemerintah terus dukung media siber yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, melalui kebijakan yang melindungi hak-hak rakyat. Kebijakan dan regulasi yang disusun untuk mengakomodasi perkembangan industri media siber dengan tetap menjamin kebebasan dalam memproduksi konten dan jurnalisme berkualitas,” ujar Widodo.

Ia menilai, penggunaan media siber juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan di seluruh dunia. “Terbukti, tahun 2022, rata-rata konsumsi media siber lebih tinggi 25 menit dari media cetak,” ujarnya menambahkan.

Menurut Widodo, ada empat langkah strategis untuk pengembangan media siber yang berkelanjutan yakni mengadopsi teknologi terkini seperti integrasikan Artificial Intelligent (AI) dalam proses bisnis.

Kemudian adaptif dan resilien melalui pengembangan talenta digital, melakukan perencanaan berbasis data untuk mendukung proses bisnis dan sekaligus memastikan pengambilan keputusan yang tepat, dan terakhir, menyesuaikan industri dengan perkembangan perilaku konsumen.

“Seperti berkolaborasi dengan konten kreator untuk meningkatkan traffic dan menghasilkan konten yang mendukung pertukaran budaya dan pemahaman secara umum,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika dalam sambutan pembukaan JDC 2024 menyampaikan bahwa Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran yang saat ini sedang digodok di DPR RI telah mengundang kegaduhan, terutama di kalangan insan pers. Salah satu penyebabnya adalah salah satu pasal dalam RUU Penyiaran tersebut berusaha menghilangkan kebebasan pers, terutama yang terkait dengan jurnalisme investigasi.

“Semoga JDC 2024 ini dapat memberi perspektif kepada para pembuat kebijakan agar tidak membuat regulasi yang kebablasan seperti dengan menghilangkan kebebasan pers yang telah dinikmati sejak Reformasi 1998,” kata Wahyu Dhyatmika.

Dalam sesi diskusi, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana mengamini Wahyu Dhyatmika. Menurutnya, jika menyangkut kemerdekaan pers, siapa pun, terutama insan pers di seluruh Indoneia adrenalinnya langsung naik.

RUU Penyiaran berusaha mengambil dan mengatur proses pembuatan dan penyajian produk jurnalistik yang selama ini menjadi kewenangan Dewan Pers. RUU Penyiaran juga memuluskan sensor baru penguasa terhadap produk pers” ujar Yadi.

Menurut Yadi, jika RUU tersebut dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platformnya, bukan pengguna atau usernya. “Seperti yang dilakukan oleh kalangan pers yang menginisiasi pembuatan publisher right,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar RUU Penyiaran lebih fokus mengatur lembaga pemeringkat konten. Kemudian memperkuat sinergi antara pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers untuk menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik yang sehat. “Bukan mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” kata Yadi.

Selain itu, lanjut Yadi, RUU tersebut memperkuat lembaga penyiaran publik agar lebih berkualitas, memperkuat peran publik dalam mengontrol isi penyelenggaraan penyiaran. “Dan memperkuat organisasi profesi, termasuk menjadikannya sebagai partner KPI, seperti yang dilakukan oleh Dewan Pers,” kata Yadi.

Pembicara lain, Wenseslaut Manggut, Chief Content Officer Kapan Lagi Youniverse menyampaikan bahwa regulasi itu harus berlaku sama kepada semua media, baik TV, platform, dll. Menurut Wens, selama ini platform tidak comply dengan berbagai regulasi yang berlaku di Indonesia dan mengikat industri media nasional.

“Level of playing field-nya harus sama. Platform harus comply dengan berbagai regulasi yang mengikat media lain. Misalnya regulasi iklan rokok, perlindungan anak, dan regulasi-regulasi lainnya,” kata Wens.

Menurut Wens, bila level of playing field tidak sama, maka hanya akan menguntungkan platform dan juga membuat persaingan tidak seimbang. Platform tidak boleh lebih powerfull ketimbang media lain. Jadi, platform wajib comply dengan berbagai regulasi yang ada. “(Regulasi) jangan juga mengatur rumah tangga orang lain. Jadi tak bakal rebut,” ujarnya.

Tiga Usulan KPI

Koordinator Bidang Kelembagaan KPI, I Made Sunarsa memastikan bahwa pasal yang mengatur tentang jurnalisme investigasi bukan usulan dari lembaga. Dari sekitar 83 pasal yang terdapat dalam RUU Penyiaran, KPI hanya mengusulkan tiga pasal.

Tahun 2017, kata Made, KPI mengusulkan hanya tiga hal. Pertama penguatan kelembagaan, termasuk agar KPI Daerah sama dengan KPI Pusat, seperti KPU yang sama dari pusat hingga daerah.

Kedua mengusulkan pasal yang lebih tegas mengatur soal rating, terutama ada audit rating.

“Usulan ketiga soal menjaga iklim penyiaran yang berkeadilan. Sebab sekarang banyak televisi yang enggan membuat berita karena kalah oleh program-program hiburan yang receh. Sehingga masyarakat tidak dirugikan,” katanya.

Menurut Made, ketiga usulan KPI di atas, tidak ada satu pun pasal yang bertentangan dengan Dewan Pers. "Selama ini, asas, fungsi, tujuan, dan arah KPI tidak ada satu pun yang membatasi kebebasan pers. Jadi selama ini antara KPI dan Dewan Pers selalu bergandengan,” jelasnya.

Sementara pembicara terakhir, Direktur Eksekutif Remotivi, Yovantra Arief mengatakan bahwa sebagai praktisi industri penyiaran, dirinya ingin agar penyiaran memiliki keberagaman kepemilikan dan juga beragam isinya. Tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang. “RUU Penyiaran tidak ada pasal yang mengatur tentang keberagaman kepemilikan dan konten,” kata Arief.

RUU Penyiaran juga, lanjut Arief, tidak mengatur pembatasan kepemilikan dan kepemilikan silang. Kewajiban untuk televisi berjaringan telah dihapus. Artinya, televisi-televisi di Jakarta tidak lagi memiliki kewajiban mempunyai cabang di daerah. "Jadi meskipun KPID lebih kuat seperti yang disulkan oleh KPI, tetapi percuma saja jika televisi-televisi lokalnya mati,” kata Arief.

KEYWORD :

RUU Penyiaran Media Siber AMSI Jakarta KPI Kementerian Kominfo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :